Kamis, 09 Mei 2019

“ NENEK ARNIMA’A DAN TUJUH BUTIR PADI “ (Cerita Rakyat Orang Nakarhamto)



Alkisah di rumah tua OM NUNJA (sekarang RABUNI), yang merupakan rumah tua Marga MATJORA yang ada di Desa Nakarhamto, hiduplah seorang nenek yang bernama “ ARNIMA’A “. Adapun asal usul nenek ini tidak diketahui dengan pasti namun nenek tersebut mempunyai seorang anak piara perempuan yang hidup bersamanya setiap hari.
Pekerjaan sehari – hari si nenek adalah anyam menganyam berupa tikar, nyiru dan keperluan rumahtangga lainnya. Kebiasaan nenek Arnima’a dalam hal masak memasak terbilang cukup aneh, karena hanya dengan 7 (tujuh) butir padi namun tempat yang dipakai masak akan terisi menjadi penuh. Suatu hari, karena keasyikan dalam anyam menganyam nenek Arnima’a menyuruh anak piaranya untuk mengambil 7 (tujuh) butir padi untuk dimasak. Anak tersebut menuju bising (tempat penyimpanan padi terbuat dari bambu yang dianyam) dan mengambil 7 (tujuh) butir padi, akan tetapi keraguan muncul dalam hati si anak, dalam hatinya bertanya – tanya masa dengan 7 (tujuh) butir padi kita bisa makan??? Karena tidak yakin maka tanpa pikir panjang si anak mengambil 1 (satu) tempurung padi lalu ia pun memasak. Ketika maskannya mendidih, nasi yang ada dalam belanga membumbung tinggi dan meluap memenuhi dapur, pekarangan sekitar hingga ke jalan – jalan yang ada. Melihat keajaiban yang terjadi, si anak menjadi panik dan takut sehingga ia lari meninggalkan si nenek dan pulang kembali ke kampung halamannya yang tidak terlalu jauh yakni Desa Yatoke. Sesampainya disana iapun menceritakan peristiwa yang dialaminya kepada keluarganya,  namun karena merekapun kurang yakin dengan cerita anaknya sehingga mereka membawa kembali anaknya ke Desa Nakarhamto sekaligus ingin mengetahui apakah cerita si anak tersebut benar terjadi. Ketika tiba di Desa Nakarhamto, mereka terkejut dan heran karena apa yang di ceritakan anak mereka itu memang benar – benar terjadi dan mereka menyaksikannya sendiri. Melihat kenyataan yang ada, muncullah kecurigaan dari mereka bahwa Nenek Arnima’a adalah seorang Suanggi (setan). Dan tanpa berpikir panjang serta melupakan kebaikan nenek Arnima’a, merekapun menangkap si nenek lalu kaki tangannya diikat dengan tali rotan dan dimasukan dalam bero (perahu kecil) lalu mereka mendayungnya menuju nonia dyoo’na (mulut bakul) dan menenggelamkannya disana.
Walaupun nenek Arnima’a telah tiada tetapi pada saat tertentu seringkali ia menampakan diri kepada penduduk Desa Nakarhamto yang sementara melaut. Terkadang ada yang menemui nya di dasar laut tempat dimana ia dibuang dan penduduk Desa Nakarhamto telah menandai kebiasaan dari si nenek. Ketika mereka mencari ikan dengan cara menyelam dan tiba – tiba melihat si nenek dalam posisi duduk bersila menghadap ke darat, maka hasil tangkapan yang mereka peroleh akan berlimpah, karena banyak sekali ikan di sekitar si nenek. Tetapi apabila si nenek duduk bersila menghadap ke laut, maka yang terjadi adalah sebaliknya. Jangankan dapat, ikan seekorpun tidak akan ada di sekitar tempat tersebut. Hal ini mengakibatkan sampai sekarang tradisi atau kebiasaan penduduk Desa Nakarhamto yang hendak mengail ikan di sekitar lokasi pembuangan si nenek apabila mendapat ikan pertama hasil tangkapannya maka ikan tersebut harus diberikan kepada Nenek Arnima’a. Mereka meyakini bahwa dengan begitu maka hasil tangkapan berikutnya akan melimpah ruah. Hal lain yang seringkali terjadi juga bahwa apabila penduduk Nakarhamto yang hendak bepergian melewati Noka - noka si nenek sering melambaikan tangan kepada mereka.
Entah ini mitos atau bukan, tetapi penduduk Desa Nakarhamto tetap meyakini dan percaya akan cerita tersebut sampai sekarang ini.  SEKIAN


 










Sumber          : Cerita Turun Temurun Orang Nakarhamto
Ditulis Oleh     : Netaniel Lorwens (Sekretaris Desa Nakarhamto)

Editor            : Solaiman Matjora

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PERMEN LHK YANG SUDAH TIDAK BERLAKU

 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN DAN LINGKUNGAN HIDUP YANG DI HAPUS PASCA BERLAKUNYA UU CIPTA KERJA 1. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan ...