Minggu, 24 Oktober 2021

PERMEN LHK YANG SUDAH TIDAK BERLAKU

 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN DAN LINGKUNGAN HIDUP YANG DI HAPUS PASCA BERLAKUNYA UU CIPTA KERJA

1. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.4/Menlhk/Setjen/Kum.1/1/2020 tentang Pengangkutan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.

2. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.8/Menlhk/Setjen/Kum.1/2/2020 tentang Penugasan Sebagian Urusan Pemerintahan Bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kepada 7 (Tujuh) Gubernur Untuk Kegiatan Restorasi Gambut Tahun Anggaran 2020

3. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.10/Menlhk/Setjen/PLB.3/4/2020 tentang Tata Cara Uji Karakteristik dan Penetapan Status Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun

4. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.12/Menlhk/Setjen/PLB.3/5/2020 tentang Penyimpanan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun

5. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.11/Menlhk/Setjen/Kum.1/5/2020 tentang Hutan Tanaman Rakyat

6. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.17/Menlhk/Setjen/Kum.1/8/2020 tentang Hutan Adat dan Hutan Hak

7. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.18/Menlhk/Setjen/Kum.1/8/2020 tentang Pemanfaatan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun

8. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.21/Menlhk/Setjen/Kum.1/10/2020 tentang Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu pada Pemegang Izin, Hak Pengelolaan, Hutan Hak, atau Pemegang Legalitas

9. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.24/Menlhk/Setjen/Kum.1/10/2020 tentang Penyediaan Kawasan Hutan untuk Pembangunan Food Estate

10. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.22/Menlhk/Setjen/Kum.1/10/2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.4/Menlhk/Setjen/PHPL.3/1/2016 tentang Pembatasan Luasan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan

11. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.20/Menlhk/Setjen/Kum.1/10/2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.12/Menlhk/Setjen/Kum.1/4/2018 tentang Persyaratan dan Tata Cara Dumping (Pembuanga

12. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.1/Menlhk/Setjen/Kum.1/1/2019 tentang Izin Usaha Industri Primer Hasil Hutan

13. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.6/Menlhk/Setjen/Kum.1/2/2019 tentang Penugasan Sebagian Urusan Pemerintahan Bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk Kegiatan Restorasi Gambut Tahun Anggaran 2019 kepada Gubernur Riau, Guber

14. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.7/Menlhk/Setjen/Kum.1/2/2019 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.27/Menlhk/Setjen/Kum.1/7/2018 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan

15. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.11/Menlhk/Setjen/Kum.1/3/2019 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.30/Menhut-II/2014 tentang Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala dan Rencana Kerja pada Usaha Pemanfaata

16. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.19/Menlhk/Setjen/Kum.1/4/2019 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.28/Menlhk/Setjen/Kum.1/7/2018 tentang Tata Cara Pemberian, Perluasan Areal Kerja da

17. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.21/Menlhk/Setjen/Kum.1/4/2019 tentang Hutan Adat dan Hutan Hak

18. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.33/Menlhk/Setjen/Kum.1/6/2019 tentang Tata Cara Pengurusan Piutang Negara dari Penerimaan Negara Bukan Pajak lingkup Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

19. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.42/Menlhk.Setjen/Kum.1/8/2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.17/Menlhk/Setjen/Kum.1/5/2018 tentang Tata Cara Pelepasan Kawasan Hutan dan Perubah

20. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.50/Menlhk/Setjen/Kum.1/9/2019 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.96/Menlhk/Setjen/Kum.1/11/2018 Tentang Tata Cara Pelepasan Kawasan Hutan Produksi Y

21. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.37/Menlhk/Setjen/Kum.1/7/2019 tentang Perhutanan Sosial pada Ekosistem Gambut

22. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.62/Menlhk/Setjen/Kum.1/10/2019 tentang Pembangunan Hutan Tanaman Industri

23. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.54/Menlhk/Setjen/Kum.1/9/2019 tentang Audit Kepatuhan Terhadap Pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu, Izin Pemanfaatan Kayu, Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan, Hak Guna Usaha, dan Izin

24. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.69/Menlhk/Setjen/Kum.1/10/2019 tentang Tata Cara Penetapan Peta Indikatif Arahan Pemanfaatan Hutan Pada Kawasan Hutan Produksi Yang Tidak Dibebani Izin Untuk Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu

25. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.64/Menlhk/Setjen/Kum.1/10/2019 tentang Tata Cara Pemanfaatan Kayu dan/atau Pengenaan Penerimaan Negara Bukan Pajak Atas Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Kegiatan Usaha Perkebunan yang Mempero

26. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.65/Menlhk/Setjen/Kum.1/10/2019 tentang Tata Cara Penyelesaian Areal Permukiman Dalam Kawasan Hutan

27. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.67/Menlhk/Setjen/Kum.1/10/2019 tentang Penatausahaan Hasil Hutan Kayu Yang Berasal Dari Hutan Tanaman Pada Hutan Produksi

28. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan kehutanan Nomor P.66/Menlhk/Setjen/Kum.1/10/2019 tentang Penatausahaan Hasil Hutan Kayu Yang Berasal Dari Hutan Alam

29. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.71/Menlhk/Setjen/Kum.1/10/2019 tentang Pelaporan Keuangan Pemanfaatan Hutan Produksi

30. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.78/Menlhk/Setjen/Kum.1/10/2019 tentang Penatausahaan Hasil Hutan Kayu Yang Berasal Dari Hutan Negara

31. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.68/Menlhk/Setjen/Kum.1/10/2019 tentang Pengukuran dan/atau Pengujian Hasil Hutan

32. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.70/Menlhk/Setjen/Kum.1/10/2019 tentang Tenaga Teknis Pengelolaan Hutan Produksi Lestari Dalam Pengelolaan dan Pemanfaatan Hutan Pada Hutan Produksi

33. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.77/Menlhk/Setjen/Kum.1/10/2019 tentang Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu Pada Hutan Produksi dan Pemungutan Hasil Hutan Bukan Kayu Pada Hutan Negara

34. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.12/Menlhk/Setjen/Kum.1/4/2018 tentang Persyaratan dan Tata Cara Dumping (Pembuangan) Limbah ke Laut

35. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.17/Menlhk/Setjen/Kum.1/5/2018 tentang Tata Cara Pelepasan Kawasan Hutan dan Perubahan Batas Kawasan Hutan Untuk Sumber Tanah Obyek Reforma Agraria

36. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.15/Menlhk/Setjen/Kum.1/5/2018 tentang Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus

37. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.88/Menlhk/Setjen/Kum.1/8/2018 tentang Kebun Bibit Rakyat

38. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.27/Menlhk/Setjen/Kum.1/7/2018 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan

39. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.28/Menlhk/Setjen/Kum.1/7/2018 tentang Tata Cara Pemberian, Perluasan Areal Kerja dan Perpanjangan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Dalam Hutan Alam, Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Ka

40. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.96/Menlhk/Setjen/Kum.1/11/2018 tentang Tata Cara Pelepasan Kawasan Hutan Produksi yang Dapat Dikonversi

41. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.97/Menlhk/Setjen/Kum.1/11/2018 tentang Tukar Menukar Kawasan Hutan

42. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.95/Menlhk/Setjen/Kum.1/11/2018 tentang Perizinan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Terintegrasi dengan Izin Lingkungan Melalui Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi secara Elek

43. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.99/Menlhk/Setjen/Kum.1/11/2018 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.53/Menlhk/Setjen/Kum.1/6/2016 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Adipura

44. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.98/Menlhk/Setjen/Kum.1/11/2018 tentang Tata Cara Penyusunan, Penilaian, dan Pengesahan Rencana Pengelolaan Hutan Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi.



SUMBER : WEBSITE KEMENTERIAN LHK


Jumat, 30 Juli 2021

HUTAN KONSERVASI DI KABUPATEN MERAUKE PROVINSI PAPUA

 

JENIS HUTAN  KONSERVASI DI KABUPATEN MERAUKE 

 

1.      Cagar Alam DANAU BIAN; Merauke, Papua, 110.463,62 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: SK.757/Menhut-II/2013 Tanggal 31 Oktober 2013

2.      Cagar Alam BUPUL; Merauke, Papua, 92.704,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 891/Kpts-II/1999, 14 Oktober 1999

3.      Cagar Alam PULAU POMBO; Merauke, Papua, 100,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 820/Kpts/Um/11/82, 10 November 1982.

4.      Suaka Margasatwa PULAU DOLOK; Merauke, Papua. 664.627,97 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 305/Kpts-II/1998, 27 Februari 1998.

5.      Suaka Margasatwa PULAU KOMOLON; Merauke, Papua. 84.130,40 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 820/Kpts/Um/11/82, 10 November 1982.

6.      Suaka Margasatwa MUARA SAVAN; Merauke, Papua. 8,261 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 891/Kpts-II/1999, 14 Oktober 1999.

  1. Taman Nasional Wasur; Merauke, Papua. 413.810 Ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor : 282/Kpts-VI/1997 tanggal 23 Mei 1997.

 

 

 

                         Sumber : Wikipedia

Kamis, 29 Oktober 2020

PERATURAN GUBERNUR PAPUA TENTANG IPHHK DAN IPKO DI PROVINSI PAPUA

 


PERGUB PAPUA NOMOR 65 TAHUN 2019

TENTANG IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN KAYU DI PROVINSI PAPUA

 

Bagian Kedua

Permohonan IPHHK

Pasal 7

(1)

IPHHK diberikan kepada :

 

a.

Perorangan pemilik hak ulayat dan orang asli Papua lainnya yang wajib mendapatkan persetujuan dari pemilik ulayat, dan

 

b.

Koperasi / Koperasi Peran Serta Masyarakat (Kopermas)

(2)

Lokasi yang dapat dimohon :

 

a.

Kawasan budidaya non kehutanan atau areal penggunaan lain;

 

b.

Hutan produksi yang tidak dibebani izin;

 

c.

Apabila lokasi yang dimohon telah dibebani izin pemanfaatan hutan, kegiatan pemanfaatan hasil hutan, dilaksanakan dengan skema kemitraan; dan

 

d.

Apabila lokasi yang dimohon telah dibebani izin lainnya, wajib mendapat persetujuan tertulis dari pemegang izin yang bersangkutan.

Pasal 8

IPHHK  diterbitkan oleh Kepala Dinas PMPTSP atas nama Gubernur berdasarkan telaahan teknis dari Kepala Dinas.

Pasal 9

(1)

IPHHK diberikan berdasarkan permohonan tertulis

(2)

Permohonan IPHHK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan kepada Gubernur,  melalui melalui Kepala Dinas PMPTSP dengan tembusan kepada Kepala Dinas, Bupati / Walikota, KCDK atau Kepala KPH

(3)

Permohonan yang diajukan wajib dilengkapi dengan persyaratan yang telah ditentukan

(4)

Format Blangko Permohonan IPHHK, Surat Keterangan Kepemilikan Hak Ulayat, DaftarcPeralatan Kerja dan sketsa/peta lokasi IPHHK, sebagaimana dimaksudpada ayat 1 tercantum dalam  Lampiran I yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Gubernur  ini.                                 

Pasal 10

(1)

Permohonan IPHHK sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 dilengkapi dengan persyaratan :

 

a.

Fotocopy KTP untuk perorangan atau Akte pendirian beserta perubahan – perubahannya untuk koperasi;

 

b.

Surat keterangan kepemilikan hak ulayat / hak pemilik dari kepala suku, kepala kampong setempat;

 

c.

Peta atau sketsa lokasi yang mencantumkan koordinat geografis areal yang dimohon  dan ditandatangani oleh pemilik hak ulayat; dan

 

d.

Daftar nama, tipe dan jenis peralatan yang akan dipergunakan dalam melakukan kegiatan pemungutan hasil hutan kayu;

Pasal 11

(1)

Berdasarkan tembusan permohonan sebagaimana dimaksud pada pasal 9 ayat 2 CDK atau KPH memeriksa kelengkapan berkas secara administrasi dan bila diperlukan dapat melakukan pemeriksaan lapangan;

(2)

Dalam hal dilakukan pemeriksaan lapangan, maka hasil pemeriksaan lapangan dituangkan dalam berita acara pemeriksaan dan dilampiri peta;

(3)

Berdasarkan hasil pemeriksaan administrasi dan/atau lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KCDK atau Kepala KPH menerbitkan rekomendasi;

(4)

Penerbitan rekomendasi paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah tembusan permohonan diterima. Dalam hal 5 (lima) dalam hari kerja KCDK/Kepala KPH tidak menerbitkan rekomendasi maka rekomendasi diterbitkan oleh Kepala Dinas;

(5)

Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada Kepala Dinas.

Bagian Ketiga

Permohonan IPkO

 Pasal 12

(1)

IPKO dapat diberikan kepada perorangan, asosiasi usaha perkayuan, Koperasi dan Badan Usaha.

(2)

IPKO diberikan berdasarkan permohonan.

(3)

Permohonan sebagaiman dimaksud pada ayat (2) dilengkapi persyaratan :

 

a.

Fotocopy akte pendirian badan usaha serta perubahan – perubahannya;

 

b.

SIUP

 

c.

SITU

 

d.

NPWP

 

e.

SPPL

 

f.

Surat pernyataan bermaterai tidak memperdagangkan dan memfasilitasi peredaran hasil hutan kayu produksi IPHHK untuk perdagangan antar Provinsi dana tau diekspor

 

g.

Peta /denah lokasi yang mencantumkan koordinat geografis; dan

 

h.

peralatan

(4)

Permohonan sebagaiman dimaksud pada ayat (2), ditujukan kepada Gubernur  melalui melalui Kepala Dinas PMPTSP dengan tembusan kepada Kepala Dinas, Bupati / Walikota, KCDK atau Kepala KPH

(5)

IPKO diterbitkan oleh Kepala Dinas PMPTSP atas nama Gubernur berdasarkan telaahan teknis dari Kepala Dinas.

(6)

IPKO berlaku untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun

(7)

Setiap pemegang IPKO diberikan kuota / jatah penampungan maksimal 1.000 (seribu) meter kubik kayu gergajian per tahun.

Pasal 13

(1)

Berdasarkan tembusan permohonan sebagaimana dimaksud pada pasal 12 ayat 4 CDK atau KPH memeriksa kelengkapan berkas secara administrasi dan bila diperlukan dapat melakukan pemeriksaan lapangan;

(2)

Dalam hal dilakukan pemeriksaan lapangan, maka hasil pemeriksaan lapangan dituangkan dalam berita acara pemeriksaan dan dilampiri peta;

(3)

Berdasarkan hasil pemeriksaan administrasi dan/atau lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KCDK atau Kepala KPH menerbitkan rekomendasi;

(4)

Penerbitan rekomendasi paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah tembusan permohonan diterima.

(5)

Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada Kepala Dinas.

 

 

 

 

 

 

 

 

Sumber : Peraturan Gubernur Papua Tahun 2019 Nomor 65.

 


Senin, 11 Mei 2020

DOA BAPA KAMI DALAM BAHASA NAKARHAMTO

 Ma'rom yamo na sorka ranne
Di kuduskanlah Amya
Kerajaan Mya nmai
Kehendak Mya njadi na bumi etiwa'o na sorka ranne
Mnyan na yamo nei hia wlyew mameda secukupnya
Noi mkas ampo yamo na aan mameda etiwa'o yamo kasampo ei .e essan na yamo oo
Yane mnyodi yamo na pencowanna ranne
Tapi mpyardano yamo na me ka' nane
Karnakerayaan Awyamyae
Kuaso kemuliaan sampe selama-lamanya
Amin.

Sabtu, 11 Mei 2019

BEBERAPA PENGERTIAN DASAR MENURUT P.11/MENLHK/SETJEN/KUM.1/3/2019 TENTANG IHMB & RK PADA UPHHK HTI :


1.     Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman Industri yang selanjutnya disingkat IUPHHK-HTI, yang sebelumnya disebut Hak Pengusahaan Hutan Tanaman (HPHT) atau Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) adalah izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan hasil hutan berupa kayu dalam hutan tanaman pada hutan produksi melalui kegiatan penyiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan, dan pemasaran.
2.     Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman Industri yang selanjutnya disingkat RKUPHHK-HTI adalah rencana kerja untuk seluruh areal kerja IUPHHK-HTI untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahunan, antara lain memuat aspek kelestarian hutan, kelestarian usaha, aspek keseimbangan lingkungan dan pembangunan sosial ekonomi masyarakat setempat.
3.     Rencana Kerja Tahunan Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman Industri yang selanjutnya disingkat RKTUPHHK-HTI adalah rencana kerja dengan jangka waktu 1 (satu) tahun yang disusun berdasarkan RKUPHHK-HTI.
4.     Bagan Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman Industri yang selanjutnya disingkat BKUPHHK-HTI adalah rencana kerja yang berlaku paling lama 12 (dua belas) bulan dan diberikan kepada pemegang IUPHHK-HTI yang baru diterbitkan izinnya dan belum memiliki RKUPHHK-HTI.
5.     Deliniasi adalah penilaian atau seleksi visual dan pembedaan wujud gambaran pada berbagai data dan informasi keadaan faktual lapangan atau areal hutan dengan jalan menarik garis batas.
6.     Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala yang selanjutnya disingkat IHMB adalah kegiatan pengumpulan data dan informasi tentang kondisi sediaan tegakan hutan (timber standing stock), yang dilaksanakan secara berkala 1 (satu) kali dalam 10 (sepuluh) tahun dimana khusus untuk hutan tanaman dilakukan pada hutan alam bekas tebangan yang akan dilakukan penebangan dengan sistem silvikultur bukan THPB.
7.     Inventarisasi Hutan adalah kegiatan pencatatan, pengukuran dan taksasi volume pohon yang akan ditebang di hutan tanaman dalam rangka pembukaan wilayah dan/atau penyiapan lahan.
8.     Timber Cruising adalah kegiatan pengukuran, pengamatan dan pencatatan terhadap pohon yang direncanakan akan ditebang, pohon inti, pohon yang dilindungi, permudaan, data lapangan lainnya, untuk mengetahui jenis, jumlah, diameter, tinggi pohon, serta informasi tentang keadaan lapangan/lingkungan, yang dilaksanakan dengan intensitas tertentu sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
9.     Laporan Hasil Cruising yang selanjutnya disingkat LHC adalah hasil pengolahan data pohon dari pelaksanaan kegiatan Timber Cruising pada petak kerja tebangan yang memuat nomor pohon, jenis, diameter, tinggi pohon bebas cabang, dan taksiran volume kayu.
10.    Pembukaan Wilayah Hutan adalah kegiatan penyediaan prasarana jalan dan bangunan lainnya untuk menunjang kelancaran pelaksanaan kegiatan IUPHHK-HTI dalam hutan tanaman pada hutan produksi.
11.    Penyiapan Lahan adalah kegiatan persiapan, pembersihan lahan dan pengolahan lahan untuk keperluan penanaman termasuk pemanfaatan hasil hutannya.
12.    Pembersihan Lahan adalah pekerjaan pembersihan areal untuk membuka lahan dengan cara menebang/membersihkan semak belukar, alang-alang, pohon-pohon dan tunggak, yang dilakukan tanpa pembakaran.
13.    Tanaman  Pokok  adalah  tanaman  untuk  tujuan produksi hasil hutan berupa kayu perkakas/pertukangan dan/atau bukan kayu perkakas/pertukangan.
14.    Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang yang selanjutnya disingkat RPHJP adalah rencana pengelolaan hutan untuk seluruh wilayah kerja KPH dalam kurun waktu 10 (sepuluh) tahun.
15.    Sarana dan Prasarana adalah alat dan bangunan yang dipergunakan untuk mendukung kegiatan IUPHHK-HTI.
16.    Direktur Jenderal adalah direktur jenderal yang diserahi tugas dan bertanggung jawab di bidang pengelolaan hutan produksi lestari.
17.    Direktur adalah direktur yang diserahi tugas dan bertanggung jawab di bidang usaha hutan produksi.
18.    Dinas Kabupaten/Kota adalah unit kerja yang diserahi tugas dan bertanggung jawab di bidang kehutanan di Kabupaten/Kota.
19.    Unit Pelaksana Teknis yang selanjutnya disingkat UPT adalah unit pelaksana teknis yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal.
20.    Kesatuan Pengelolaan Hutan selanjutnya disingkat KPH adalah wilayah pengelolaan hutan sesuai fungsi pokok dan peruntukannya yang dapat dikelola secara efisien dan lestari.
21.    Tenaga Teknis Pengelolaan Hutan Produksi Lestari yang selanjutnya disingkat GANISPHPL adalah petugas perusahaan pemegang izin di bidang pengelolaan dan pemanfaatan hutan produksi lestari yang memiliki kompetensi di bidang pengelolaan hutan produksi lestari sesuai dengan kualifikasinya yang diangkat dan diberhentikan oleh Kepala Balai atas nama Direktur Jenderal.
22.  Pengawas Tenaga Teknis Pengelolaan Hutan Produksi Lestari yang selanjutnya disingkat WASGANISPHPL adalah Pegawai Kehutanan yang memiliki kompetensi di bidang pengawasan dan pemeriksaan pengelolaan hutan produksi lestari sesuai dengan kualifikasinya yang diangkat dan diberhentikan oleh Kepala Balai atas nama Direktur Jenderal.
23.    GANISPHPL Perencanaan Hutan yang selanjutnya disingkat GANISPHPL-CANHUT adalah GANISPHPL yang memiliki kompetensi dalam kegiatan inventarisasi hutan menyeluruh secara berkala (IHMB), timber cruising, penyusunan LHC petak kerja tebangan tahunan, LHC blok kerja tebangan tahunan, pengukuran berkala pada Petak Ukur Permanen (PUP), penyusunan RKUPHHK-HA atau RKUPHHK Restorasi Ekosistem, atau RKUPHHK-HTI atau RKUPHHK-HTR atau RKUPHHBK serta penyusunan Usulan RKT dan pembuatan peta areal kerja dalam rangka penyiapan pemanfaatan hutan produksi pada hutan alam atau hutan tanaman.
24.  Pengawas Tenaga Teknis Pengelolaan Hutan Produksi Lestari Perencanaan Hutan Produksi yang selanjutnya disingkat WASGANISPHPL-CANHUT adalah WASGANISPHPL yang memiliki kompetensi GANISPHPL-CANHUT serta mempunyai tugas dan wewenang mengawasi, memeriksa, mengevaluasi, dan melaporkan hasil kerja GANISPHPL-CANHUT.
25.    Gambut adalah material organik yang terbentuk secara alami dari sisa-sisa tumbuhan yang terdekomposisi tidak sempurna dengan ketebalan 50 (lima puluh) centimeter atau lebih dan terakumulasi pada rawa.
26.    Ekosistem Gambut adalah tatanan unsur Gambut yang merupakan satu kesatuan utuh menyeluruh yang saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitasnya.
27.    Fungsi Ekosistem Gambut adalah tatanan unsur Gambut yang berfungsi melindungi ketersediaan air, kelestarian keanekaragaman hayati, penyimpan cadangan karbon penghasil oksigen, penyeimbang iklim yang terbagi menjadi fungsi lindung Ekosistem Gambut dan fungsi budidaya Ekosistem Gambut.


Sumber : Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.11/MENLHK/SETJEN/KUM.1/3/2019

Kamis, 09 Mei 2019

“ NENEK ARNIMA’A DAN TUJUH BUTIR PADI “ (Cerita Rakyat Orang Nakarhamto)



Alkisah di rumah tua OM NUNJA (sekarang RABUNI), yang merupakan rumah tua Marga MATJORA yang ada di Desa Nakarhamto, hiduplah seorang nenek yang bernama “ ARNIMA’A “. Adapun asal usul nenek ini tidak diketahui dengan pasti namun nenek tersebut mempunyai seorang anak piara perempuan yang hidup bersamanya setiap hari.
Pekerjaan sehari – hari si nenek adalah anyam menganyam berupa tikar, nyiru dan keperluan rumahtangga lainnya. Kebiasaan nenek Arnima’a dalam hal masak memasak terbilang cukup aneh, karena hanya dengan 7 (tujuh) butir padi namun tempat yang dipakai masak akan terisi menjadi penuh. Suatu hari, karena keasyikan dalam anyam menganyam nenek Arnima’a menyuruh anak piaranya untuk mengambil 7 (tujuh) butir padi untuk dimasak. Anak tersebut menuju bising (tempat penyimpanan padi terbuat dari bambu yang dianyam) dan mengambil 7 (tujuh) butir padi, akan tetapi keraguan muncul dalam hati si anak, dalam hatinya bertanya – tanya masa dengan 7 (tujuh) butir padi kita bisa makan??? Karena tidak yakin maka tanpa pikir panjang si anak mengambil 1 (satu) tempurung padi lalu ia pun memasak. Ketika maskannya mendidih, nasi yang ada dalam belanga membumbung tinggi dan meluap memenuhi dapur, pekarangan sekitar hingga ke jalan – jalan yang ada. Melihat keajaiban yang terjadi, si anak menjadi panik dan takut sehingga ia lari meninggalkan si nenek dan pulang kembali ke kampung halamannya yang tidak terlalu jauh yakni Desa Yatoke. Sesampainya disana iapun menceritakan peristiwa yang dialaminya kepada keluarganya,  namun karena merekapun kurang yakin dengan cerita anaknya sehingga mereka membawa kembali anaknya ke Desa Nakarhamto sekaligus ingin mengetahui apakah cerita si anak tersebut benar terjadi. Ketika tiba di Desa Nakarhamto, mereka terkejut dan heran karena apa yang di ceritakan anak mereka itu memang benar – benar terjadi dan mereka menyaksikannya sendiri. Melihat kenyataan yang ada, muncullah kecurigaan dari mereka bahwa Nenek Arnima’a adalah seorang Suanggi (setan). Dan tanpa berpikir panjang serta melupakan kebaikan nenek Arnima’a, merekapun menangkap si nenek lalu kaki tangannya diikat dengan tali rotan dan dimasukan dalam bero (perahu kecil) lalu mereka mendayungnya menuju nonia dyoo’na (mulut bakul) dan menenggelamkannya disana.
Walaupun nenek Arnima’a telah tiada tetapi pada saat tertentu seringkali ia menampakan diri kepada penduduk Desa Nakarhamto yang sementara melaut. Terkadang ada yang menemui nya di dasar laut tempat dimana ia dibuang dan penduduk Desa Nakarhamto telah menandai kebiasaan dari si nenek. Ketika mereka mencari ikan dengan cara menyelam dan tiba – tiba melihat si nenek dalam posisi duduk bersila menghadap ke darat, maka hasil tangkapan yang mereka peroleh akan berlimpah, karena banyak sekali ikan di sekitar si nenek. Tetapi apabila si nenek duduk bersila menghadap ke laut, maka yang terjadi adalah sebaliknya. Jangankan dapat, ikan seekorpun tidak akan ada di sekitar tempat tersebut. Hal ini mengakibatkan sampai sekarang tradisi atau kebiasaan penduduk Desa Nakarhamto yang hendak mengail ikan di sekitar lokasi pembuangan si nenek apabila mendapat ikan pertama hasil tangkapannya maka ikan tersebut harus diberikan kepada Nenek Arnima’a. Mereka meyakini bahwa dengan begitu maka hasil tangkapan berikutnya akan melimpah ruah. Hal lain yang seringkali terjadi juga bahwa apabila penduduk Nakarhamto yang hendak bepergian melewati Noka - noka si nenek sering melambaikan tangan kepada mereka.
Entah ini mitos atau bukan, tetapi penduduk Desa Nakarhamto tetap meyakini dan percaya akan cerita tersebut sampai sekarang ini.  SEKIAN


 










Sumber          : Cerita Turun Temurun Orang Nakarhamto
Ditulis Oleh     : Netaniel Lorwens (Sekretaris Desa Nakarhamto)

Editor            : Solaiman Matjora

PERMEN LHK YANG SUDAH TIDAK BERLAKU

 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN DAN LINGKUNGAN HIDUP YANG DI HAPUS PASCA BERLAKUNYA UU CIPTA KERJA 1. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan ...